Senin, 26 Mei 2014
HANSIP
Hansip adalah satuan keamanan di Indonesia. Kata hansip sendiri adalah kependekan dari Pertahanan Sipil. Saat ini Hansip berubah menjadi Linmas.
Pihak militer memberikan pelatihan bagi Hansip dan memberi mereka persenjataan. Pasukan Hansip dibentuk di setiap desa, anggotanya diangkat dari masyarakat. Sistem pertahanan dan keamanan nasional Indonesia diadasarkan atas prinsip "pertahanan dan keamanan secara menyeluruh" yang berarti bahwa Angkatan Bersenjata dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan sama-sama bertanggung jawab dapat menjaga keamanan dan pertahanan negara. Organisasi Pertahanan oleh masyarakat sipil bertanggung jawab atas hal-hal yang terkait dengan keamanan dan keteraturan dan harus membantu rakyat di pedesaan dalam kondisi darurat. Hansip berada di bawah pengawasan Bupati dan Gubernur pemerintah daerah.
Dasar Hukum
Dasar hukum dari pembentukan milisi sipil adalah Undang-undang No. 20/1982 mengenai Pokok-Pokok Keamanan dan Pertahanan Negara, yang mengakui hak setiap warga negara untuk membela negara.
Milisi-milisi bentukan pemerintah:
Di antara organisasi milisi yang dibentuk oleh pemerintah antara lain:
1. Hansip (Pertahanan Sipil), di bawah Departmen Dalam Negeri untuk kepentingan "keamanan total"
2. Wanra (Perlawanan Rakyat), di bawah komando militer dan khususnya untuk mengatasi "ancaman eksternal."
3. Kamra (Keamanan Rakyat), berada di bawah komando polisi, khusus untuk menangani konflik dalam negeri
4. Pam Swakarsa (Milisi beranggotakan masyarakat secara sukarela)
5. Kotib (Kota Tertib), Banpol (Bantuan Polisi), dan Potmas (Potensi Masyarakat) yang dinaungi oleh polda Metro Jaya.
wikipedia
HANSIP
Hansip merupakan singkatan dari Pertahanan Sipil. Lembaga ini termasuk lembaga paramiliter yang ada di Indonesia. Konon, cikal-bakal Hansip telah ada sejak jaman penjajahan Belanda, tepatnya akhir masa penjajahan Belanda. Ketika itu pemerintah Hindia Belanda membentuk organisasi mirip hansip untuk menghadapi kedatangan militer Jepang. Organisasi tersebut bernama Light Buscherming Dients (LBD). Tugasnya meliputi pelindungan rakyat dari serangan udara musuh, memberikan penerangan kepada masyarakat, penyamaran, pemadam kebakaran, serta memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan dan pengungsian. Serangan udara musuh yang dimaksud di sini adalah serang tentara Jepang. LBD dikoordinir oleh seorang sipil di setiap daerah. Pada 1942 Belanda menyerah tanpa syarat. Kekuasaan atas Indonesia beralih ke Jepang. Lalu, pemerintah pendudukan Jepang memanfaatkan LBD sebagai alat untuk menghadapi serangan Sekutu dan pengerahan rakyat. Pada 1949, setelah terjadi perang mempertahankan kemerdekaan, rakyat mendapatkan berbagai kesulitan, seperti pemberontakan bersenjata di berbagai daerah. Untuk itu, dibentuklah Organisasi Perlawanan Rakyat (OPR) yang mengarahkan rakyat dalam membantu pemerintah memulihkan keamanan dalam negeri. Organisasi ini juga mirip dengan Hansip, atau bisa dibilang embrio Hansip.
Walaupun embrionya sudah ada sejak masa akhir Hindia Belanda, tapi secara resmi Hansip lahir pada 1954 melalui Undang-undang Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia dalam konteks Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (SISHANKAMRATA). Saat itu, Hansip dibentuk dengan dua tujuan, yaitu sebagai komponen khusus pendukung Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam keadaan perang, dan menangani bencana. Jika diperhatikan, dalam konteks ini Hansip seakan-akan menjadi bagian atau underbouw TNI. Tapi, pada kenyataannya misi Hansip tetap melindungi hak-hak masyarakat sipil dan aset-asetnya pada situasi perang ataupun saat terjadi bencana. Hal ini sejalan dengan Protocols Additional to the Geneve Conventions of 12 August 1949, dan Resolutions of the Diplomatic Conference (Extracts from the Final Act of the Diplomatic Conference: Geneve 1970).
Pada 1972 terjadi perombakan pada tubuh organisasi Hansip, Wanra, dan Ratih (Rakyat Terlatih). Pascaperombakan tersebut tugas Hansip semakin diarahkan guna perlindungan masyarakat sipil beserta aset-asetnya bila terjadi perang dan bencana. Lalu melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 56 Tahun 1972, organisasi ini diserahkan dari yang tadinya di bawah Departemen Pertahanan Keamanan (Dephankam) ke Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Setelah dikeluarkannya keputusan tadi, Hansip berada di bawah pengawasan Bupati dan Gubernur pemerintah daerah. Kemudian lahir lagi beberapa peraturan hukum yang menyoal keberadaan Hansip. Fungsinya sebagai pelindung masyarakat ditegaskan kembali dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan. Setelah Orde Baru runtuh, Undang-undang Nomor 20 tahun 1982 dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Dengan keluarnya peraturan ini maka keberadaan serta peran dan fungsi Hansip tidak lagi diatur secara tegas dan bahkan seolah-olah hilang.
Melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 061/847/SJ tanggal 5 April 2000 tentang Penataan Perangkat Daerah, nomenklatur Kantor Markas Wilayah Pertahanan Sipil diubah menjadi Kantor Perlindungan Masyarakat selanjutnya sebutan organisasi Hansip diubah menjadi organisasi Perlindungan Masyarakat (Linmas). Seiring berjalannya waktu eksistensi organisasi Hansip seakan-akan terpinggirkan. Bahkan sekarang masyarakat menjadi salah kaprah dengan profesi Hansip ini. Tugas-tugasnya sebagai pelindung masyarakat saat terjadi peperangan dan bencana alam juga tidak lagi terlihat. Tapi yang perlu digarisbawahi jika melihat sejarah panjang organisasi ini, profesi Hansip bukanlah profesi remeh. Jadi, masihkah kita memandang profesi ini sebagai profesi remeh?
Sumber :Fandy Hutari, esai dan penulis buku dari Kompasiana
Fandy Hutari; Kompasiana
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar